...

I am strong, because I am weak...
I am beautiful, because I know my flaws...
I am a lover, because I have been afraid...
I am wise, because I have been foolish...
And I can laugh, because I’ve known sadness...
Feeds RSS
Feeds RSS

26 Des 2010

Something About Andromeda part II

Setelah lulus kuliah, Fikri N Andromeda memperoleh kerjaan di lain kota dengan Tere Shabrina atau biasa dipanggil Esha bekerja. Mau tidak mau Esha harus menghadapi mimpi buruk dengan menjalani LDR.

Cinta yang datang perlahan membuatku takut kehilangan, sepertinya kalimat itu mengena sekali denganku saat ini. Kegigihan Ryan dalam mengejar cintaku yang gak seberapa ini membuatku bisa belajar mencintainya apa adanya. Kata ‘apa adanya’ memang tepat digunakan karena alasan apa aku menerima Ryan yang saat itu Cuma pemuda luntang-lantung gak jelas, kuliah gak kelar-kelar, kerjaannya Cuma nongkrong didepan computer jagain warnet orang (terungkap bahwa Ryan sebenarnya pemilik warnet adalah setelah beberapa bulan jadian), gak punya ambisi, cita-cita gak jelas, pokoknya nothing lah dan benar-benar apa adanya. Bak pangeran yang menyamar keluar istana, seperti itulah ku menggambarkan Ryan. Terungkap siapa Ryan sebenarnya secara perlahan semasa awal kita pacaran, minggu pertama saat Ryan menawarkan menjemputku, Ryan mengendarai motor satria.

“Baru yan motornya…??”

“ Enggak, boleh minjem sama Pak Pradana”

(boong banget sih, fakta 1: Pak Pradana adalah nama ayahnya, fakta kedua Pak Pradana membelikan motor itu untuknya, memang sih STNK atas nama Pak Pradana, begonya aku, percaya aja, baru terungkap saat dikostan dia, temannya mengembalikan tu motor dan bilang makasih ya dah kasih pinjem)

Minggu kedua saat aku memutuskan menghabiskan sabtu siang sehabis pulang kerja buat mampir di warnet tempat dia kerja. Saat matahari sudah condong ke barat, tiba-tiba seseorang yang dulu pernah Ryan kenalkan sebagai partner jaga warnetnya berpamitan pulang sambil melambaikan tangan yang memegang amplop putih berjalan menghampiri Ryan dan berkata “bos makasih ya bonusnya”. What lagi-lagi aku baru tahu kalau ternyata warnet ini adalah miliknya.

Dan beberapa minggu selanjutnya yang penuh kejutan, fakta bahwa dia pemilik warnet itu saja sudah membuatku shock, iya benar-benar 100% kepemilikan itu punya dia, tanpa ikut campur orang tuanya yang ternyata adalah pasangan dokter terkemuka di kota kami, yang bukan tidak mungkin itu merupakan salah satu fasilitas dari orang tuanya.

Terlepas dari semua atribut yang disandanganya seperti putra tertua dari pasagan dokter Pradana, cucu lelaki pertama dari klan keluarga Udjodiningrat, aku mulai mencintainya dari hari ke hari, bahkan disaat kita putus beberapa bulan setelah Ryan menjalani training kerjaan di kota budaya, kota pelajar, kota gudeg Jogjakarta. Saat itu sms dan telepon sudah tergolong murah karena terdapat berbagai promosi dari beberapa provider yang memungkinkan kita bisa sering berkomunikasi. Mungkin karena kemampuan verbal tiap orang berbeda-beda inilah yang membuat bahasa sms memiliki berbagai makna. Secanggih apapun teknologi komunikasi, tapi tetap komunikasi face to face adalah yang terbaik. Selain bisa merasakan emosi, juga bisa saling menatap mata yang kata orang mata adalah jendela hati.

Dalam kamus hidup Tere Shabrina tidak ada kata “balikan”, tapi itu semua tidak berlaku buat Andromeda, Sang Bintang Kehidupan Esha. Putus sambung antara Ryan dan Esha sudah menjadi hal wajar dalam kehidupan percintaan mereka. Terkadang ada rasa lelah yang menggelayuti Esha menghadapi situasi seperti ini, tapi entahlah sepertinya Esha sudah mentok banget sama Ryan, begitupun sebaliknya.

Setahun sejak mereka jadian, tepatnya di bulan menjelang akhir tahun, aku memutuskan untuk resign dari pekerjaan yang satu setengah tahun kutekuni selama ini, aku memutuskan mengadu nasib di ibukota. Keputusanku meninggalkan kota kelahiranku selain meninggalkan kesedihanku disana pasca putus dari Ryan untuk kesekian kalinya dan juga berbagai kekecewaan lainnya. Di Jakarta aku tinggal bersama kakaku yang telah dinikahi pacarnya yang kisah cintanya pernah kubaca dalan diarynya, xixixixi. Entah jodoh apa maksa atau kebetulan, penempatan pasca training dari perusahaan, Ryan juga ditempatkan di Jakarta. Didasari dari satu kampong, satu almamater, juga senasip sesame perantauan, akhirnya kita dekat kembali, diawali dengan sebagai teman, aneh rasanya, tapi seperti biasa, damai dihati ini bila didekatnya. Ryan juga tidak menuntut untuk kembali merajut cinta, kita menjalani pertemanan ini lebih baik dari sebelumnya. Semakin bertambahnya usia pernyataan jadian bukan merupakan soal bagi kami berdua, saat itu kita merasakan bahwa jatuh cinta itu biasa saja, no passion, no pulse, just peaceful between us. Memang terasa hambar tapi rasanya seperti dipantai dengan gelombang laut yang datar berirama sama dengan hembusan angin, damai, seperti itulah kami saat itu. Teman baru kami menganggap kami sebagai seorang kekasih, orang-orang lama yang kita kenal menganggap kalau kita balikan lagi. Yang saat itu hanya kami tanggapi dengan senyum, tidak ada kata sanggakalan,maupun mengiyakan.

Kepenatan ibukota membuatku jenuh dengan pekerjaan, dengan merasakan kedamaian bila didekat Ryan memotifasiku untuk mencari kedamaian yang tercipta dari diriku sendiri. Iya kalau Ryan selalu bersamaku terus menerus, gimana kalau engga, dari situlah aku memutuskan untuk kembali resign dari pekerjaan dan beralih ke ibukota lain, beralih ke kota kembang, kota paling romantic katanya, Paris van Java, Bandung, disitulah aku kembali mengadu nasib sebagai seorang independent yang berusaha mencari kedamaian yang bersumber dari dirinya, dari hatinya, keluar dari zona aman keluarga. Aku mempertaruhkan segalanya, melepaskan semua kemapanan hidup di Jakart, meninggalkan salah satu sumber kedamaian hati, meninggalkan Bintang Hidupku, Andromeda.

Kali ini tidak mungkin Ryan akan mengejarku kembali dengan berpindah lokasi kerja, gila aja kalau bener, kerja dia itu posisinya enak, perusahaannya ternama, diberi kepercayaan berada di kantor pusat, tidak mungkin dia melepas semua itu demi mengejarku, tapi mungkin-mungkin saja buat seorang Ryan, tapi aku akan menjadi orang pertama yang akan menentangnya. Aku akan menggunakan kalimat sakti yang selalu kugunakan untuk membujuknya melepasku dulu.

“aku ini bagai bunga mawar, anggun dengan warna merahnya yang menantang, ayu dengan warna putih bunganyanya, ceria seperti warna bunganya ketika berwarna kuning. Terlihat kokoh, tegar dengan tangkainya yang keras menjuntai dari tanah, namun rapuh dikala suatu waktu harus mengugurkan mahkota bunganya, indah sosoknya, akan lebih indah jika dipandang dari kejauhan, dan sosok yang tidak bisa dikekang. Semakin erat kamu memegang bunga mawar, akan melukain semua pihak, baik aku sang bunga juga dirimu yang akan terluka karena duriku.”

Kali ini aku tidak perlu mengeluarkan kalimat sakti ini, sepertinya dia sudah mulai mengenalku dengan baik dibandingkan dulu. Aku menjalani kehidupanku di Bandung, Ryan di Jakarta, sesekali aku pulang ke rumah di Jakarta, Ryan selalu menjemputku, baik di stasiun, terminal, maupun pool travel. Atau terkadang Ryan sendiri yang datang ke Bandung di kala libur di akhir pekan. Ada angin apa yang membuat kita akhirnya memutuskan untuk berpacaran kembali. Kali ini kita berdua sudah semaki matang dalam menjalani Long distance relationship.

Andromeda, someone who ever I ignore…ternyata mampu menjadi sosok yang tidak seperti kepala yang otoriter penuh perintah, bukan sosok yang berada dibawah yang bisa direndahkan, tapi sosok yang dekat dengan hati, ada kesetaraan anatara kita, seperti partner menghadapi apapun. Bukan cemburu, bukan janji yang dingkari, bukan kebohongan, bukan rasa curiga yang membuat kita bertengkar. Hanya rasa bosan yang terkadang mengelayuti antara kita berdua. Pernah suatu ketika kita bertengkar hebat hanya karena masalah sepele tapi prinsipil. Hanya karena kita bosan dengan hubungan ini yang terasa membosankan dan belum tahu juntrunannya mau kemana, mau menikah tapi masih banyak obsesi dan cita-cita pribadi yang belum tercapai. Sebuah obrolan ringan, berlanjut dengan lontaran argument masing-masing yang akhirnya memercikan api kecil pertengkaran. Mungkin inilah pertengkaran terhebat dalam sejarah kita, aku belum pernah melihat Ryan semarah ini, biasanya Ryan adalah sosok yang lebih sabar dan cool daripada aku. Well akhirnya kita benar-benar putus, dan kali ini kita memutuskan untuk benar-benar pisah untuk introspeksi diri. Akhirnya kita menjalani hidup masing-masing, tapi kita masih berkomunikasi dalam dunia maya. Kubaca blog pribadinya yang dulu kami buat berdua untuk media komunikasi dikala aku ingin tahu kabarnya. Kabarnya Ryan mendapat promosi beasiswa pasca sarjana di Jerman kerjasama perusahaannya dengan perusahaan di Jerman. Ryan berangkat ke Jerman seminggu setelah tulisannya itu dipostingkan. Saat itu aku tidak bisa melepas kepergiannya karena sedang berada di Kalimantan. Aku hanya mengirimkan sms selamat jalan dan postingan penyemangat dan ucapan selamat di blog kami.

Selama Ryan kuliah di Jerman, aku menjalani hidupku dengan baik-baik saja. Memang benar aku bisa menemukan kedamaian yang bersumber dari diriku sendiri, tapi aku menyadari bahwa kalau bukan karena Ryan aku tidak akan berada pada tahap ini. Bersama Ryan aku mempelajari kehidupan dengan lebih baik. Terimaksih bintangku, Andromeda, bintangku yang sekarang berada jauh disana, bintangku yang selalu menerangiku dan menemaniku dikegelapan, good luck to you babe, you’ll be missed by me.

Satu postingan baru muncul sesaat sebelum pesawat Ryan take off yang membuatku harus menahan derasnya air mata yang akhirnya membuatku menangis pilu yang saat itu baru kusadari ternyata rasanya lebih menyakitkan. Seperti ini postingannya

I said that you was naive,

and you thought that you was strong. You thought, "Hey, you can leave, you can leave."

But now I’m sure that you know that you was wrong, 'cause you missed me :p

Yeah, you must be missing me.

I said, "I caught you 'cause I want you and one day I'll let you go."

I try to give away a keeper, or keep you 'cause i know i just Scared to lose you


To be continued….

0 comments:

Posting Komentar