...

I am strong, because I am weak...
I am beautiful, because I know my flaws...
I am a lover, because I have been afraid...
I am wise, because I have been foolish...
And I can laugh, because I’ve known sadness...
Feeds RSS
Feeds RSS

28 Okt 2010

Doa Ibu

Allah mempunyai maksud tertentu ketika menciptakan manusia, dan maksud tersebut menjadi tugas bagi setiap manusia yang dilahirkan dimuka bumi. Agar masing-masing manusia dapat menjalankan tugas yang diembannya, Allah tidak pernah lupa untuk memberikan ‘fasilitas’ yang unik kepada masing-masing orang yang kemudian dinamakan ‘bakat’. Kalau saja setiap orang bisa menemukan ‘bakat’nya masing-masing, itu berarti bahwa kita bisa menemukan ‘jalan’ siksesnya masing-masing.

Dan untuk bisa mendapat tiket msuk ke jalan tersebut, dibutuhkan ‘Doa Ibu’, karena ibu memiliki kedudukan yang sangat tinggi dimata Allah.


Kalau meong masih dapat doa dari ibu gak ya, yang meong tahu meong selalu mendapat doa dari 'ibu' yang lain, bukan ibu kandung meong melainkan ibu nya keisha, ibunya dandi, dan ibunya luna...they are my sister that now was be mother...


luv you my sisters...always...





26 Okt 2010

Kapasitas Pertemanan

Mari saya kenalkan teman baru saya yang bernama Wati...

Saat ini, di kantor tempat saya bekerja, saya mendapat seorang teman baru. Kadar kebaruannya saya tidak tau pasti. Yang saya tau pasti, setiap mengobrol dengannya, saya merasa sedang bertemu dengan teman lama. Mungkin karena kami memiliki passion yang sama, terhadap film, terhadap musik, terhadap buku, dan kesukaan kami dalam menulis. Bedanya, dia jauh berada di depan saya dalam hal aktualisasi passionnya tersebut. Dia mampu mewujudkan passionnya dalam bentuk yang lebih nyata, berbeda dengan saya yang masih malu-malu dan menahan diri. Pada dasarnya, saya mungkin memiliki kekaguman tersendiri terhadap teman saya ini. Dia memiliki hal-hal yang ingin saya miliki. Dia melakukan hal-hal yang selalu ingin saya lakukan. Dia, sedikit banyak, adalah apa yang saya inginkan untuk diri saya. Cerdas, berwawasan, dan pandai bergaul.

Mari saya kenalkan dengan teman saya ini. Sebutlah namanya Wati. Wati ini bukan perempuan. Walaupun nama Wati umumnya digunakan sebagai nama perempuan. Wati memanggil saya Mae. Ya, kami senang bersandiwara. Memainkan peran sebagai dua orang gadis desa yang merantau ke kota untuk mencari penghidupan yang lebih baik sebagai asisten rumah tangga. Setiap pagi, Wati menyapa saya melalui messenger intranet maupun Yahoo. "MAEEEEE...!!!" sapanya. Kami pun lalu berbincang mengenai banyak hal. Senangnya, saya tidak harus bermanis-manis dan flirty dengan dia. Karena jujur saja, untuk kesekian kalinya, saya bosan dengan obrolan teman-teman di kantor yang mengharapkan saya berperan sebagai anak kecil yang centil. Bukan salah mereka memang. Karena saya memang terkesan playfull dan centil dalam melontarkan lelucon atau obrolan. Ketika sedang bosan seperti ini, biasanya saya menarik diri dan cenderung diam, yang malah membuat heran teman-teman yang lain. Dan pada akhirnya proses meyakinkan bahwa saya tidak apa-apa lebih merepotkan. Sehingga saya harus switch back ke mode centil seperti biasanya. Haha.

Suatu hari obrolan kami berputar pada seseorang yang pernah ada dalam hidup saya. Seseorang yang jika saya mendengar namanya, akan membuat saya mengingat satu kata: penyesalan. Saya paling benci menyesal. Jika dalam hidup saya disuruh menunjuk satu musuh yang saya benci, yang saya tunjuk adalah setan kecil yang bernama 'Penyesalan' ini. Tapi penyesalan bukanlah musuh yang mudah dilawan. Apapun yang terjadi, penyesalan bisa terjadi, setelah kita memutuskan untuk berbuat suatu hal maupun setelah kita memutuskan untuk tidak berbuat apa-apa. Untuk itu, saya akhirnya berusaha untuk berdamai dengan musuh terbesar saya ini dengan mengambil pendirian bahwa "lebih baik saya menyesal karena sudah melakukan sesuatu dalam hidup saya, daripada menyesal karena saya tidak berbuat apa-apa", dan ternyata pendirian itu cukup mendamaikan bagi saya. Saya rasa ini merupakan hasil dari pertemuan dengan orang masa lalu yang tidak terlupakan ini. Oleh karena itu, saya berutang ucapan terimakasih.

Kembali pada teman saya Wati dan obrolan kami. Saya bercerita kepadanya, bahwa dulu, ketika masih muda dan bodoh saya bertemu dengan seorang laki-laki hebat yang tidak ingin saya akui kehebatannya. Bagi saya waktu itu, he's just some random regular issue whose playin cool*. Singkat cerita, dia menyukai saya. Sahabat saya sangat menyukai dia. Dan saya menyayangi sahabat saya. Walaupun sahabat saya akhirnya melepaskan dia untuk saya, saya tidak bisa menerimanya karena merasa semua itu tidak benar. Karenanya, saya tidak mencoba mendengar dan melihat lelaki hebat ini dengan pikiran dan hati yang jernih. Saya tidak berbuat apa-apa. Saya mendorongnya jauh-jauh. Walaupun seharusnya saya mencoba. "Pada akhirnya", cerita saya pada Wati, "saya tidak bisa mempertahankan keduanya. Si lelaki. Dan sahabat saya."

Disinilah Wati beraksi.

"Masalah lu ga bisa pertahanin sobat, mungkin kalimat baiknya tidak begitu. Lu hanya jarang kontak sekarang, melihat kesibukan masing-masing. Atau memang ada guntur yg memisahkan kalian? Bertengkar atau apa gitu?"

"Ga ada guntur kok. Sibuk lebih tepat sepertinya."

"Itu wajar banget Mae. Gue nanya sekarang, berapa orang temen SD lu yang masih lu inget?"

"Yang gue inget. Hmm, 10 orangan mungkin, ga semuanya. Paling yang bandel, yang se-geng, sama yang pernah bilang 'I love you' ke gue. Hahaha."

"Hahahaha. Dari 10 orang itu, berapa yang suka lu temui?"

"Mmm, mungkin 1 atau 2 aja sih."

"Apa lu tau ada teman SD lu yang sudah meninggal?"

"Setau gue sih enggak."

"Setau lu mungkin hanya sepersekian dari yang harusnya lu tau Mae. Dan itu sangat wajar."

"Mm, gue jadi mikir sekarang. Wajar ya? Kok gue jadi ngerasa kurang care ya? I feel bad."

"Tampak egois rasanya, jika kita merasa butuh kontak selalu dengan satu orang. Sementara teman-teman lain ga kita inget. Sementara pun satu orang itu harus bergiat. Cari kerja, cari cowok, menikah, dan sebagainya."
"Bukan kurang care Mae. Ga bisa juga kita paksain diri untuk tanya kabar semua yang pernah kita kenal."

"Iya, ya. Speechless gue. Watiiiiiii. Hebat banget sih lu. Bisa bikin gue yang bawel ini jadi speechless."

"Iya dong. Gueeee gitu."
"Kesimpulannya, kalau soal sahabatan, tiap-tiap orang punya kapasitas Mae. Kapasitas menjalin komunikasi. Kapasitas menjalin hubungan pertemanan. Lu SD aja temen udah seabrek. Masuk SMP, ada temen baru. SMA temen baru. Kuliah temen baru. Kerja, ketemu gue yang kereeeeen. Gila aja kalo masih bisa jalin hubungan dengan mereka semua."
"Bukan pada soal frekuensi, tapi lebih pada substansi. Bukan pada konsep 'ciptakan hubungan yang sering', tapi lebih pada 'hubungan yang baik.' Gitu Maeeeeeeeeee!!!"

"Wati, you're amazing."

***

Begitulah, obrolan saya dengan Wati di awal pekan terakhir bulan Oktober. Sesaat setelah perbincangan dengan Wati, teman saya Si Meong, bercerita tentang makna 'sahabat sejati' pada saya. Baginya, sahabat sejati adalah orang yang tidak men-judge, mau dia salah atau benar. Bagi teman saya Si Kucing Tengil, berdasarkan cerita Si Meong, sahabat sejati adalah orang yang bersedia membantu saat temannya membutuhkan pertolongan walaupun si temannya ini sudah lama tidak menghubunginya. Menurut Si Meong, yang sangat hobi menganalisis, pengertian sahabat sejati merupakan cerminan dari ekspektasi kita terhadap sosok seorang sahabat. Mudahnya seperti ini. Si Meong pernah di-judge oleh temannya, dan dia tidak suka, sehingga menurutnya definisi sahabat sejati adalah orang yang tidak men-judge. Si Kucing Tengil pernah dikecewakan oleh temannya yang (mungkin) mengatakan "ah, lu mah ngehubunginnya kalo butuh doang", karenanya definisi sahabat sejati bagi dia adalah yang seperti tadi saya tuliskan. Namun, ketika saya ditanya definisi sahabat sejati bagi saya, saya tidak bisa menjawabnya. Bahkan setelah saya pikirkan selama satu hari satu malam. Mungkin, saya tidak suka mendikotomisasikan sahabat menjadi sahabat sejati dan sahabat non-sejati. Bagi saya, sahabat adalah sahabat. Tidak ada yang tidak sejati. Tapi jika saya disuruh menunjuk siapa saja sahabat saya, saya bisa melakukannya dengan mudah. Sini, saya kasih contoh:

Ketika TK, sahabat adalah anak laki-laki sipit yang berdiri di tiang bendera bersama saya dan berjanji akan menikahi saya jika kami sudah besar nanti. Sahabat juga orang yang menemani saya perosotan di tembok mesjid yang landai sampai rok span saya bolong-bolong hingga akhirnya robek.

Ketika SD, sahabat adalah orang yang menemani saya duduk di pinggir lapangan basket, menunggu Bapak menjemput saya. Sahabat juga yang membuat saya berapi-api untuk menjawab pertanyaan Ibu Guru saat diskusi, karena saya tidak mau kalah dari siapapun. Sahabat juga yang berkata bahwa dia tidak akan pergi ke SMP yang sama dengan saya dan akan melanjutkan sekolahnya ke Pesantren Gontor. Dia yang masih mengirimi saya surat saat saya di bangku kuliah.

Ketika SMP, sahabat adalah gadis manis pendiam yang duduk sendirian dan menunduk malu pada hari pertama sekolah, yang kemudian saya sapa dan tanya "Bangku ini kosong ga?" Sahabat juga mereka yang selalu menetawakan saya yang konyol. Dia yang mengajak saya ke rumahnya saat imlek dan menyediakan saya mukena saat waktunya shalat. Satu lagi yang kemarin mengundang saya ke pernikahannya dan tidak lupa selalu mengirim sms berisi pertanyaan yang hangat, "Pakabar Neng?"

Ketika SMA, sahabat adalah mereka yang menemani saya membuat surat cinta untuk kakak senior. Sahabat adalah mereka yang menemani saya di perpustakaan saat mencari pekerjaan part time di baris iklan koran Pikiran Rakyat untuk menambah uang saku. Sahabat adalah mereka yang menemani saya makan Taro dan minum Sprite di pinggiran jalan Dago. Sahabat adalah tiga gadis ceria yang tertidur di kamar saya, siang hari di bulan Juli yang hangat, setelah lelah memeriksa hasil ujian murid-murid Ibu saya.

Ketika kuliah, sahabat adalah dia yang menemani tidur di cubicle perpustakaan pusat. Yang jauh-jauh dari Kopo ke Ganeca mengantarkan diktat statistik hari Sabtu saat saya sedang berkencan dengan Si Abang. Sahabat adalah dia yang mengajak untuk ikut dalam kegiatan mahasiswa yang mempertemukan saya dengan lelaki tak terlupakan yang saya ceritakan di awal tulisan, saat bermalam di Pelabuhan Ratu. Sahabat adalah dia yang bersedia mengkoreksi Tugas Akhir saya yang seringkali terlupa huruf 'a'-nya karena keyboard laptop saya yang terganjal sisa-sisa biskuit. Sahabat adalah 6 orang yang membagi mimpi bersama saya akan kehidupan masa depan yang lebih indah. Sudahkah kalian menjadi angsa? Hahaha.

Ketika bekerja, sahabat adalah dua orang gadis Semarang yang sama-sama merasakan deritanya jadi anak kemaren sore yang mencoba fit-in dengan lingkungan yang telah lama solid. Sahabat adalah gadis kecil yang duduk di front-office dan suka sekali makan ayam goreng KFC, serta dengan sabar mendengarkan cerita-cerita saya yang seringkali tidak penting. Sahabat adalah orang yang saat malam sudah larut memberikan tumpangan di atas sepeda motor bernama Melati setelah memaksa saya menggunakan sarung tangannya karena dia tau saya mengigil kedinginan. Sahabat adalah kucing tengil yang kelakuannya selalu membuat saya pengen nabokin dia.

Dan sahabat baru saya. Perkenalkan namanya Wati.

Dia yang menyadarkan saya bahwa setiap orang memiliki kapasitas pertemanan yang terbatas. Seiring dengan berjalannya waktu, sahabat bertambah. Mereka yang hadir dengan 'penawaran' yang tepat, di waktu yang tepat, dan tempat yang tepat. Tidak semuanya bisa kita maintain dengan komunikasi yang frequent. Walaupun demikian, mereka selalu ada di hati kita karena mungkin itu yang sebenarnya kita butuhkan untuk me-maintain persahabatan itu sendiri.
Ah, gataulah. Pusing. Hahahaha.


"Watiiiiii...!!! Mari bergosip lagi...!!! Hahahaha..."


*mencuplik potongan lirik lagu Love Me dari Hollywood Nobody


22 Okt 2010

Daddy's Little Girl

Berapapun umur kita sekarang, buat beliau, kita adalah anak kecil yang minta dimanja...

Sabtu pagi, setelah terpaksa terbangun dini harinya karena suatu kejadian yang mengagetkan, saya dibangunkan kembali oleh adik bungsu saya yang berumur 10 tahun, Si Naga. Karena belum sadar betul dari tidur, saya hanya mendengar beberapa potongan-potongan kata "Cepet bangun!", "Itu mobil!", dan "Keluarin dompet!"
Belum bangun juga, Si Naga bulat ini dengan tidak sabarnya menggoncang-goncang saya sambil berteriak "Cepetan bangun! Itu dipanggil Bapak! Katanya mobilnya rusak, cepet keluarin dompet!!"
Untuk menghargai kegigihannya bangunin saya, yang tentunya ga gampang :P, saya akhirnya duduk di kasur sambil bertanya "Apaan sih? Kenapa mobil? Ngapain ngambil dompet?"
Walaupun baru sadar dari tidur, saya ngerti kalau mobil rusak dan ngeluarin dompet ga punya korelasi langsung. Kecuali kalau mobilnya mau dibawa ke bengkel, sehingga saya harus ngeluarin dompet yang sengaja saya tinggal di dashboard tadi malam.
"Gatau! Pokoknya teteh disuruh ke bawah sama Bapak! S E K A R A N G !!" Si Naga menegaskan lagi.
"Iya, iya..." tanpa bertanya lagi saya keluar dari kamar, sadar betul kalau debat dengan anak kecil yang satu ini saya pasti kalah, secara dia Naga dan saya Kebo. Hahaha.

Saya pun turun ke bawah menghampiri Si Mawar, Avanza hitam yang mengkonsumsi lebih dari setengah gaji saya per bulannya (bahkan setelah saya membagi cicilannya dengan Ibu saya, hahaha). Ternyata, di sebelah Si Mawar, Bapak saya sudah siaga dan menyambut saya dengan komando: "Ambil kunci! Ambil dongkrak! Ban mobil kamu kempes kena paku." Ternyata maksud Si Naga ambil dompet tuh ambil dongkrak. Haha. Dasar bocah.

Ogah-ogahan saya ambil dongkrak dan kunci-kunci, yang alhamdulillah daya tau pasti letaknya di mana di dalam mobil, karena kejadian saya disuruh mengganti ban mobil itu bukan sekali ini saja saya alami. Dulu, pertama kali saya dikasih ijin bawa mobil waktu kuliah, saya pernah disuruh mencopot keempat ban mobil saya dan langsung memasangnya kembali (waktu itu nama mobil saya Don Vito). Pfhuih, usaha yang penuh perjuangan, keringat, dan lecet dimana-mana.

Saat mendongkrak, mencopot baut ban satu per satu, biasanya para tetangga menengok dan menghampiri. Biasanya para Bapak-bapak dan Akang-akang yang heran terus nongkrongin saya sampe kerjaan ganti ban selesai. Seketika itu juga, otomatis saya jadi bahan tontonan. Dan Bapak saya, untuk menjawab keheranan para penonton biasanya menjawab "Biar saya ga khawatir kalo nanti bannya kempes di tengah hutan..." Hahaha. Kesannya anak perempuannya ini liar banget sampe-sampe mau bawa mobil ke tengah hutan.

Saya tau betul. Itu hanya salah satu cara beliau menunjukkan kasih sayangnya. Dan walaupun (mungkin) saya ga akan masuk-masuk hutan, beliau ingin agar saya mandiri dan tangguh. Tapi satu hal yang mungkin beliau belum sadari (atau mungkin juga sudah, saya sendiri ga tau), dalam dunia yang maskulin ini, masih banyak cowok-cowok yang ga suka perempuan lebih tangguh dan merasa terintimidasi oleh kemandiriannya.

Speaking about boys. Bapak saya juga agak unik kalau udah berkenaan dengan saya dan teman-teman cowok saya. Kejadian paling recent adalah waktu saya mendapat teman baru di kantor. Dia anak baru yang datang dari Penang, Malaysia, walaupun aslinya orang Aceh. Karena mencoba membantu dia untuk fit-in, saya dan teman-teman yang lain sering mengajak dia jalan. Suatu hari, karena frekuensi jalan yang memang agak sering, Ibu saya bilang kalau Bapak ga suka saya sering jalan sama orang Aceh. Kata Bapak saya ke Ibu saya, orang Aceh itu ga bagus. Katanya, dari semua teman Bapak yang orang Aceh, yang kerja kebanyakan istrinya. Halah. Apa saya harus menjelaskan dengan terperinci kalau kami hanya teman biasa? Selain itu, kami juga tidak jalan berdua saja, melainkan beramai-ramai. Haha. Lagipula menurut saya orang Aceh tidak semuanya buruk. Yah, walaupun Cut Tari adalah orang Aceh. Begitupun dengan Nazriel Irham, pasangannya dalam film pendek itu, yang sama-sama berdarah Aceh. Orang Aceh yang berprestasi toh kan ada juga. Tompi misalnya, seorang dokter spesialis bedah jantung yang juga seniman multitalenta.

Setelah itu, saat kumpul keluarga besar saat Lebaran. Sepupunya sepupu saya yang orang Medan akan menikah. Tadinya saya ingin ikut ke Medan, sekalian kenalan dengan sepupunya sepupu saya itu dan teman-temannya. Sekalian juga mencari pacar. Hahaha. Siapa tau toh ada yang berprospek? Hahaha. Ketika saya katakan niat saya pada Bapak, beliau bilang "Emangnya kamu mau dapet suami orang Batak?" Halah-halah. Lagi-lagi. Bapak bilang orang Batak itu jahat-jahat, galak, nanti batin saya tersiksa. Beliau sepertinya tidak tahu, saat kuliah dulu anaknya ini sering dinyanyikan serenada romantis nan melankolis oleh Batak-Batak gahar itu. Hahaha. Beliau juga tidak tahu, kalau saat kita bilang "putus", Batak-Batak gahar ini bisa menangis tersedu-sedu.

Gemas dengan Bapak saya yang melarang saya bergaul dengan suku ini itu, Ibu saya bertanya "Jadi bolehnya sama siapa atuh? Ini ga boleh, itu ga boleh.." Tidak perlu dijawab karena kami semua sebenarnya sama-sama tahu. Dunia ini adalah dunia yang rasis. Seperti tulisan Om Bud dalam blog-nya. Orangtua keturunan Tionghoa akan mengharapkan anaknya menikah dengan sesama Tionghoa. Orangtua keturunan Padang akan mengharapkan anaknya menikah dengan sesama Padang. Seperti harimau yang akan berkumpul dengan harimau lagi, terpisah dengan segerombolan bison yang berkumpul dengan segerombolan bison, terpisah dengan segerombolan gajah yang berkumpul dengan segerombolan gajah lagi, di sana di tengah Savana Afrika. Haha, ngelantur. Sori, lagi teringat film Madagascar. Kembali ke Bapak saya, beliau sepertinya mengharapkan saya dengan orang Sunda lagi, atau orang Jawa karena beliau juga dibesarkan di Yogyakarta, atau dengan orang Palembang karena kakek saya berdarah Palembang. Haha. Entahlah. Yang pasti, satu jawaban dari beliau yang membuat kami semua terdiam, "Bapak cuma ga mau kamu susah hidupnya nanti."

And that's it. Saya, bagi Bapak saya adalah gadis kecil yang selalu minta dimanja. Berapapun usia saya sekarang. Walaupun cara penyampaiannya seringkali aneh dan sulit dinalar. Baiklah kalau begitu, saya akan menunggu saja. Menunggu sampai ada seseorang yang buat Bapak saya tidak membuat beliau khawatir. Semoga nunggunya ga kelamaan. Hahahahaha. ;)


21 Okt 2010

Jatuh Cinta atau tergila gila

Meong suka sama artikel di salah satu warta digital yang sering meong baca ini, mungkin sudah banyak yang membahas dengan tema yang mirip seperti ini, tapi bolehlah buat nambah-nambah masukan buat kalian, cekidot ya..

Akhirnya, kamu bertemu dengan si dia. Orang yang buat kamu adalah "The One". Tampaknya kamu telah menemukan orang yang membuat semuanya terasa indah. Wajahmu mungkin berubah, makan terasa hambar, tidur tidak terasa nyenyak, dan segala macam hal lainnya. Teman-temanmu mulai menggodamu setiap kali ia lewat, atau karena mukamu memerah ketika kamu berbicara tentangnya. Apakah kamu sedang jatuh cinta? Sebagian besar orang mungkin mengatakan demikian. Tapi apakah benar? Jawabannya : Mungkin ya, tapi mungkin juga tidak. Kamu bisa saja benar-benar jatuh cinta, atau hanya sekedar tergila-gila. Jangan takut dulu, sebab tidak hanya bagi remaja, tapi untuk hampir semua orang dari segala umur pun seringkali kesulitan dalam membedakan kedua hal tersebut, bahkan walaupun telah terjalin suatu hubungan (baca: kamu dan dia sudah "jadian" dan jalan beberapa bulan). Apa sih cinta itu ? Wah, mungkin sudah sejuta definisi yang pernah dibuat untuk kata yang satu itu. Yang jelas adalah cinta itu tumbuh sering dengan berkembangnya hubungan. Cinta tak terjadi begitu saja, tapi berkembang dengan perlahan, alamiah dan tentunya, tulus. Bingung apakah kamu kini sedang jatuh cinta atau cuma tergila-gila saja ? Untuk membantumu, coba baca beberapa karakteristik dibawah ini: Cinta adalah: Sesuatu yang dimulai dari persahabatan, yang terus berkembang tiap harinya. Didalamnya, ketertarikan fisik hanyalah salah satu aspek dari perasaan yang dibagi bersama. Sesuatu yang mengajar kita menjadi sabar dan merencanakan masa depan dengan percaya diri dan tak terburu-buru. Sesuatu yang melibatkan pengertian dan kerelaan menerima si dia beserta apapun kekurangannya. Ketika kedua orang yang terlibat di
dalamnya bisa menjadi diri mereka sendiri dan merasa nyaman satu sama lain. Sesuatu yang melibatkan kejujuran, rasa hormat dan percaya. Di dalam cinta tak ada rasa curiga sehingga yang ada hanya rasa tenang dan aman. Sesuatu yang selalu memberi kita kekuatan dalam menghadapi apapun. Sesuatu yang diberikan dan diterima. Ketika kita tetap merasa dekat dengan pasangan kita, walau berada jauh sekali. Sesuatu yang tetap bisa seimbang dengan aspek hidup lainnya selain hubungan. Sesuatu dimana keduanya bisa menghadapi baik masa senang maupun sulit di antara mereka. Sesuatu yang membuat kita berpikir dan melihat lebih jauh. Singkatnya, cinta membuat kita menjadi orang yang lebih baik. Tergila-gila adalah: Gairah instan yang akan habis seiring dengan berjalannya waktu. Sesuatu yang sangat melibatkan ketertarikan. Ketika kalian bersama, yang diharapkan terakhir hanyalan intimitas. Sesuatu yang tidak hanya melibatkan rasa curiga, tapi juga tidak percaya pada pasangan, maupun kepada diri sendiri. Sesuatu yang membuat kita mengambil keputusan terburu-buru. Ketika kita selalu memiliki perasaan tak aman bahwa kita akan kehilangan pasangan kita suatu saat. Tak pernah puas akan pasangan kita, dan merasa terganggu dengan berbagai kekurangannya. Sesuatu yang membuat kita merasa gelisah dan stres ketika si dia tidak sedang bersama kita. Sesuatu yang membuat kita merasa gembira dan bersemangat, tapi bukan bahagia dalam arti yang sesungguhnya. Sesuatu yang bisa membuat kita melakukan hal-hal yang bisa kita sesali nanti, tidak seperti cinta. Kesimpulannya, tergila-gila hanyalah sebuah ilusi bahwa kamu sedang jatuh cinta dengan orang lain. Jangan cepat terjebak dengan pikiran bahwa kita sedang jatuh cinta kepada seseorang. Pikirkanlah dahulu masak-masak, apalagi jika ternyata kalian berdua akan menjalin sebuah hubungan. Love is an amazing thing and you'll find it someday. Good luck!