...

I am strong, because I am weak...
I am beautiful, because I know my flaws...
I am a lover, because I have been afraid...
I am wise, because I have been foolish...
And I can laugh, because I’ve known sadness...
Feeds RSS
Feeds RSS

17 Nov 2010

Foto

Cerpen

New Text Message
[sender unknown]
Kak Sara, ini Tari PL'07. Katanya Kakak punya catatan kuliah Perencanaan Pesisir ya? Boleh minta ga Kak? Tolong email ya Kak, buat bahan TA nih... Hehe..

***

Sara hanya tersenyum sambil geleng-geleng membaca sms tadi. "Anak KP jaman sekarang," pikirnya, "Dulu pas jaman gue KP, mana berani nyuruh-nyuruh kakak pembimbing nge-email-in bahan. Apalagi kalau pemimbingnya senior pas kuliah." Tapi jaman dulu memang berbeda dari jaman sekarang. Sara juga bukan tipe kakak senior yang disegani adik kelasnya. Sudah untung ada yang memanggil namanya dengan imbuhan 'Kak', karena biasanya para junior ini hanya memanggilnya 'Sara' saja. Walau begitu, Sara tidak pernah ambil pusing. Panggilan hanya sebatas panggilan, tidak terkait langsung dengan penghormatan. Yang penting pihak yang dipanggil dan pihak yang memanggil sama-sama merasa nyaman, begitu prinsipnya.

Reply
New Message > Text Message
Oke. Tar saya cari dulu ya. Udah lama soalnya. Sy ga yakin naronya dimana. Tar kl ada, sy kabarin.
[send]

***

18:25
Belum terlalu malam, Sara sudah sampai di rumahnya. Setelah sejenak membersihkan diri dan beristirahat, ia ingat pada janjinya tadi siang. Janji untuk mencarikan catatan kuliah untuk bahan Tugas Akhir adik kelas tersayang. Haha. Sara tahu bagaimana ribetnya menyusun Tugas Akhir, karena pada prinsipnya pekerjaan itu tidak terlalu sulit. Hanya ribet dengan dosen pembimbing dan perintilan lain, sehingga Sara tidak berniat untuk menambah penderitaan juniornya tadi.

Menghampiri PC berdebu yang sudah lama tidak tersentuh, Sara lalu menekan tombol power. Dua account muncul di desktop, Tata dan Guest. PC ini memang sudah digunakan adik bungsunya, Tata, sejak Sara dibelikan laptop bertahun-tahun yang lalu. Sejak saat itu hingga Tata dibelikan PlayStation, PC itu resmi menjadi PC khusus nge-game. Karenanya Sara tidak yakin, file-file yang ia simpan ketika kuliah masih tersimpan dalam hard drivenya.

Tidak sulit untuk mencari catatan kuliah di PC itu, asalkan folder miliknya tidak hilang karena terformat. Bingo! Sara menemukan foldernya, ia lalu mengklik folder semester 6 dalam kumpulan folder catatan kuliah. Waktu itu, mata kuliah yang memerlukan bahan tentang perencanaan pesisir adalah PL3202-Hukum dan Administrasi Pembangunan. Perencanaan Pesisir sendiri merupakan salah satu mata kuliah pilihan di Departemen Teknik Planologi, tapi mata kuliah itu sepi peminat karena diadakan di luar Labtek IX-A, gedung kuliah resmi anak-anak Plano, dengan dosen pengajar dan teman kuliah yang juga tidak berasal dari Departemen Planologi.

File yang Sara cari ada di folder Manajemen Pesisir. Iseng-iseng Sara membuka folder itu untuk sekalian mengecek isinya. OS482 -Oseanografi dan Hidrolika Pantai, kode yang tertulis pada header file tersebut. "Sip! File-nya bener," pikir Sara yang lalu mengirimkannya pada Tari via email dengan kata-kata pengantar attachment yang seadanya. "Ok, sent! My work is done..."

***

Telungkup di atas sprai oranye dengan seluruh tubuh tertutup bedcover motif senada, Sara merasa mata dan otaknya tidak kooperatif dengan kebutuhan tubuhnya untuk beristirahat agar besok bisa masuk kerja dalam kondisi yang fit. Wajar saja. Membuka file-file lama sama dengan membuka memori masa lalu yang hampir terlupakan. Sara teringat orang yang memberikannya file catatan kuliah itu.

Mengendap-endap keluar kamar ke pojokan tempat PC itu bertengger, Sara kembali menekan tombol power. Berharap menemukan folder berisi foto-foto lama yang bisa mengembalikan manis pahitnya kenangan masa lalu, Sara lalu tertegun melihat seorang lelaki muda dengan kemeja biru kotak-kotak dan carrier hijau tua menempel dipunggungnya. "Jauh dari keren," pikir Sara sambil tersenyum.

"Gue mau naik ke Semeru. Puncak tertinggi Jawa." samar-samar Sara mengingat kata-kata lelaki itu padanya dulu. Waktu itu, entah mengapa, lelaki itu menghampiri Sara dan memberi informasi yang Sara tidak terlalu pedulikan. Sara yang saat itu sedang duduk-duduk bersama sahabatnya di pagar tembok Student Centre lalu berbincang ringan dengan Si Lelaki. Sahabat Sara yang juga kenal dengan Si Lelaki kemudian memfoto lelaki itu dengan kamera Nokia 2 MP yang saat ituadalah ponsel kamera tercanggih. Sara tidak ingat bagaimana foto itu sampai ada di PC-nya. Nyatanya, 7 tahun setelah foto itu diambil, Sara bisa melihat foto itu sambil tersenyum.

Sara lalu teringat pertama kali ia bertemu dengan lelaki itu ketika mendaftar di salah satu kegiatan mahasiswa. Saat mengisi formulir pendaftaran, Sara menuliskan nama lengkapnya dalam kolom kosong dengan huruf balok sesuai petunjuk pengisian.
|T|E|S|S|A|R|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|
Belum sempat Sara melengkapi kolom-kolom itu dengan nama lengkapnya, terdengar celetukan seorang lelaki yang sepertinya memperhatikan Sara sedari tadi.

"Nama lu Tessar? Keren juga. Kayak nama sejenis lensa."

Sara tidak mengerti apa yang dimaksud oleh lelaki ini, ia pun menjawab, "Iya Kak, tapi saya biasa dipanggil Sara."

"Tapi kok lu ngisi Tessar? Nama lu Tessara?" tanyanya lagi.

"Bukan Kak. Nama lengkap saya Tessaria Sara," jawab Sara mulai tak sabar.
"Makanya sebelum nyamber, liat dulu." gerutu Sara dalam hati.

"Oo.. Kirain namanya Tessara. Baru gue mikir nama lu Sunda banget. Teh Sarah. Gitu. Hahaha."

Dengan alasan kesopanan dan melihat sepertinya lelaki ini akan menjadi seniornya di organisasi ini, ia pun mencoba meneruskan pembicaraan.
"Hehe. Saya emang orang Sunda kok Kak. Emang bukan Teh Sarah. Tapi polanya tolong-menolong khas pola nama orang Sunda, Tesaria Sara. Mirip kayak pola Otong Marotong, Oji Saykoji atau Ice Juice, cuma susunannya dibalik. Iya kan?"

"Hahahaha. Iya ya. Lu lucu juga Sar. Gue Marco. Ga usah ngomong resmi-resmi sama gue mah. Ga usah pake-pake Kakak segala. Kalo mau juga panggil gue Abang, biar mesra. Hahahaha."

Mati dah, Sara merasa pembicaraan ini mulai menjijikan. Akhirnya, berharap menutup pembicaraan, ia berkata, "Oo.. Marco. Oke oke, gue panggil lu Marco aja boleh kan ya?"

***

[DSCI090203]
Dua shaf muda mudi berjejer di depan rumah penyemaian padi, dilatarbelakangi pegunungan hijau yang dihiasi bertingkat-tingkat sawah padi. Itu dirinya, gadis berponi yang berdiri di barisan belakang paling kiri. Dan itu Marco, lelaki yang duduk bersila di barisan depan dengan menggenggam kamera hitam besar di tangan kirinya.

Waktu itu adalah field trip pertama mereka. Samar-samar Sara teringat dirinya duduk membaca di bawah pohon sambil sesekali memperhatikan Marco memberi mini workshop fotografi dadakan pada junior-junior yang lain untuk mengisi waktu kosong. Sara bukan fans fotografi. Menurutnya, merupakan semacam underestimasi jika dunia harus digambarkan dalam selembar kertas glossy. Sara lebih suka kata-kata, menggambarkan dunia dalam tulisan tanpa dibatasi ukuran kertas atau daya tangkap lensa. Selain itu, menjadi objek foto juga bukan hobinya sehingga penjelasan Marco tidak terlalu ia dengarkan. Beberapa potongan kata yang Sara tangkap waktu itu hanya 'focal length', 'apperture', 'diafragma', 'perspektif' dan istilah-istilah lain yang terdengar asing di telinganya. Kagum melihat lelaki-lelaki muda yang haus ilmu mendengar paparan sang senior dengan antusias. Geli melihat yang perempuan tak kalah antusiasnya memperhatikan abang yang satu ini menerangkan mahluk asing itu pada mereka. Geli karena Sara tahu teman-temannya ini sama tidak berminatnya dengan dirinya terhadap fotografi. Daya tarik utama bagi perempuan-perempuan muda itu memang bukan penjelasannya, tapi abang ganteng yang sedang menjelaskan.

Karena tidak merasa berkepentingan, Sara menenggelamkan dirinya lagi dalam The Worldly Philosopher. Berkenalan dengan Mas Adam Smith hingga Oom John Maynard Keynes yang membentuk paham ekonomi masa kini. Kekhusukan Sara terhenti sejenak saat mendengar namanya disebut-sebut dalam penjelasan Marco.

"Salah satu jenis lensa, yang standar, yang dipake jaman sekarang tuh namanya Tessar. Kata Tessar itu diambil dari bahasa Yunani yang artinya empat. Lensa ini ..."

Sekilas Sara melihat Marco melirik ke arahnya saat menjelaskan lensa dinamai mirip dengan namanya.

"Oo.. Jadi ini maksud Marco waktu itu," pikir Sara sambil tersenyum.

***

[DSCI110804]
Sara melihat dirinya diapit dua orang berbaju sama dengannya. Seragam panitia OSKM, kegiatan Ospek terpusat yang diadakan oleh Keluarga Mahasiswa ITB. Waktu itu Sara sudah tingkat dua, karenanya dia berhak menjadi panitia dengan jobdesk marah-marahin junior. Setahun sudah sejak ia mengenal lelaki bernama Marco. Hampir satu semester mereka tidak bertemu.

"Marco!"

"Eh, Sara! Lho, rambut lu kok pendek? Pangling gue. Lu potong rambut?"

"Hehe. Iya, biasa, abis putus."

"Hahaha. Tapi gapapa deng, lebih fresh. Lebih manis."

"Hahahaha, " Sara tersipu.
"Lu ikutan lomba foto OSKM?" kebetulan Marco mengalungkan kamera besar di lehernya, sehingga Sara bisa mengganti topik pembicaraan.

"Iya, iseng-iseng berhadiah."

Sara tidak tahu pasti bagaimana ia bisa kehilangan kontak begitu lama dengan Marco. Seingat Sara, mereka sempat dekat setelah perkenalan keduanya ketika Sara bergabung dengan kegiatan mahasiswa yang Marco terlebih dahulu ikuti. Kedekatan Sara dengan Marco sulit untuk Sara gambarkan. Hanya saja, Sara ingat bahwa mereka pernah saling menceritakan mimpi mereka untuk masa depan. Sara ingat bahwa Marco pernah menceritakan bahwa suatu hari ia ingin settle dan memiliki 3 orang anak, dua lelaki dan satu perempuan. Dua diantaranya adalah sepasang anak kembar, yang satu akan dinamai Sonnar saudaranya dinamai Planar, keduanya nama lensa. Sara tersenyum mengingat semuanya. Hingga saat ini ide itu terasa sangat konyol, sehingga tidak mudah terlupakan.

***

[DSCI230403]
Dua orang lelaki duduk di titian Tugu Soekarno. Yang satu berambut pendek, mengenakan kaos hitam dengan kalung choker dan sebatang rokok menyelip di jari tangan kanan nya. Yang satu lagi tidak bisa dikatakan gondrong, tapi tidak juga berambut pendek, sedang tersenyum ceria ke arah Sara. Lelaki itu Marco. Sedang yang menggenggam sebatang rokok itu Doni, teman Marco, juga senior Sara dalam organisasi itu.

Akhirnya Sara teringat kembali alasan mengapa ia dan Marco berhenti saling kontak. Sara mendorong Marco jauh-jauh dari hidupnya. Sebuah isu bahwa kedekatannya dengan Marco merupakan sesuatu yang direncanakan menjadi penyebab utamanya. Sebuah taruhan antar senior. Sara benci menjadi bahan taruhan.

"Polanya pas. Gue deketin Icha, Si Marco deketin Sara."
Samar-samar Sara mendengar Doni berbicara pada Sofyan dari luar pintu sekre yang terbuka. Doni gelagapan saat melihat Sara berdiri di pintu itu. Ia terdiam.
"Eh, Sara. Ngapain diluar? Sini masuk. Nih ada Bang Sofyan. Katanya kemaren nyariin mau diskusi."

Itu adalah hari terakhir Sara berhenti mengontak Marco. Setahun kemudian, tanpa sengaja ia bertemu dengannya saat Marco hunting foto OSKM. Tahun depannya, saat Sara putus asa mencari bahan untuk presentasi mata kuliah di tingkat tiga, ia akhirnya menghubungi Marco kembali. Marco yang saat itu sudah sibuk menyusun tugas akhir, bersedia menjadi teman Sara diskusi tentang aspek hukum dalam penataan pulau-pulau terluar di Indonesia. Hari berikutnya, Marco datang ke Labtek dimana Sara berkuliah dan memberi bahan-bahan tentang manajemen pesisir untuk men-support makalah yang akan dikumpulkan setelah presentasi. Marco masih sebaik dulu.

***

Hari ini, seperti biasa, Sara terlambat masuk kantor. Bedanya, biasanya Sara terlambat dan datang dalam keadaan fresh sedang hari ini ia terlambat dan datang dalam keadaan kuyu. Kepalanya pening, ia hanya bisa memejamkan mata selama dua jam tadi malam. Perasaan Sara bercampur aduk. Foto demi foto yang dilihatnya semalam mengingatkan Sara bahwa Marco selalu ada untuk membantunya di setiap tahapan kehidupan kuliahnya. Hingga akhirnya Marco lulus dan Sara benar-benar kehilangan kontak. Merasa konyol karena satu prasangka yang tidak pernah Sara konfirmasikan kebenarannya menjadi pangkal penyebab putusnya hubungan yang sebenarnya belum benar-benar dimulai.

Penasaran dengan kabar Marco, Sara log-in ke situs jejaring sosialnya dan pergi ke halaman milik Marco. Mereka berteman disana, walaupun tidak pernah saling sapa. Marco masih sekeren yang dulu, pikir Sara. Dindingnya dipenuhi dengan hasil jepretan yang sudah nampak lebih profesional dibanding dulu. Ia benar-benar menekuni hobinya itu.

Merasa melankolis, Sara yang impulsif mendadak ingin meng-update status. Ia pun kemudian mengetik beberapa kata. Klik. Post.

Tessaria Sara > Marco A. Hakim "If you capture the world by optical lenses, I'll capture the world by pen and paper... If you describe the world on still images, I'll describe what's there beyond the border... And that's how love works for me..."

Sara tersentak. Kaget, malu, dan merasa sangat bodoh karena ternyata Sara bukan menulis di dindingnya sendiri melainkan di dinding Marco. Sara lalu menghapus kalimat yang sudah ter-publish itu. Ia lalu sign-out dari accountnya dan berusaha melupakan kekonyolan yang baru saja ia lakukan.

Lima menit kemudian handphone Sara bergetar.

New Text Messege
[sender unknown]
Sar, ini Marco. Apa kabar?

=========
Fiksi.
Credits to Bond, James Bond.
:D
The short period your life crossed with mine, was a magical inspiring moment.
*Mohon maaf jika ada kesalahan penulisan dalam penggunaan istilah-istilah fotografi. Karena seperti Sara, penulis juga bukan penggemar fotografi. :P


0 comments:

Posting Komentar