...

I am strong, because I am weak...
I am beautiful, because I know my flaws...
I am a lover, because I have been afraid...
I am wise, because I have been foolish...
And I can laugh, because I’ve known sadness...
Feeds RSS
Feeds RSS

30 Mar 2011

Luka Batin

Everybody has Scars.

Luka batin. Dua kata ini jika digabungkan akan terdengar seperti lagu dangdut Evie Tamala. Slow-mellow-sendalswallow. Tapi saya tidak punya padanan kata yang bisa menggambarkan maknanya dengan lebih keren. Jadi marilah kita berdangdut ria. Toh Project Pop pernah bilang bahwa "Dangdut is the Music of My Country."

Luka batin adalah istilah yang sangat sering terucap dalam obrolan saya dengan salah seorang teman ketika pulang kerja. Menurut teman saya, luka batin adalah sebab dari tingkah tidak menyenangkan bos-bosnya di kantor. Saya jadi berpikir, mungkin luka batin juga yang menyebabkan mbak sekretaris di ruangan saya jadi menakutkan. Konon katanya, dulu saat muda hatinya pernah disakiti oleh seorang laki-laki yang sekarang sudah memiliki jabatan cukup tinggi di kantor kami. Lelaki ini konon tampan dan pintar tapi tidak mampu berkomitmen, suka mempermainkan wanita. Mbak sekretaris yang menjadi salah satu korbannya, hingga kini tidak menikah, menjadi sedikit judes, galak, dan tidak menyenangkan. Sahabat saya seruangan, saat pertama kali masuk, memperingatkan saya akan si mbak sekretaris. Dia bilang sabar-sabar dengan mbak yang satu itu. Dia juga berharap si mbak cepat menemukan pasangan baru dan menikah, agar lebih toleran.

Luka batin juga mungkin yang menyebabkan bapak saya memanjakan saya dan adik-adik saya, karena beliau tidak mendapat perhatian yang cukup saat tumbuh dewasa. Luka batin juga mungkin yang membuat ibu saya selalu memberikan baju dan barang-barang baru saat saya atau adik-adik saya akan pergi ke luar kota, karena dulu beliau datang dari keluarga yang sangat sederhana. Mungkin luka batin juga yang membuat salah seorang teman saya memasang foto profil berlatar hitam yang bertuliskan "remember the pain and transform it into strength." Untuk saya sendiri, meski tidak luka parah, mungkin luka batin ini yang membuat alam bawah sadar saya selalu berbisik "don't fall, you'll get hurt." Mungkin.

Luka batinlah yang membuat seorang guru tega memasukan darah yang terinfeksi HIV ke dalam susu kotak yang diminum siswa-nya setiap pagi. Luka batin yang membuat seorang siswa memasang bom di podium saat perayaan kelulusan agar ia dan teman-teman sekelasnya bisa mati bersama. Haha. Menegangkan ya? Adegan dalam paragraf ini adalah cuplikan J-Movie yang beberapa hari lalu saya tonton di kost. Judulnya "Confessions," highly recomended!

Yang jelas, di kehidupan nyata, luka batin mampu membuat seorang ibu menyuruh orang untuk membunuh anak kandungnya sendiri pada bulan Februari lalu. Motifnya karena si ibu sakit hati dengan perlakuan kasar anaknya. Padahal ada pepatah, sebuas-buasnya ibu macan tidak akan memakan anaknya sendiri. Betapa mengerikan dampak dari sebuah luka.

Jadi teringat pembahasan dalam salah satu sesi pengajian yang rutin saya ikuti. Waktu itu topiknya berkaitan dengan isu psikologi, tentang perkembangan manusia. Pak Ustadz membandingkan titik awal manusia. Kata beliau dalam ajaran agama Islam manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah namun memiliki kecenderungan pada kebaikan, sementara menurut Abraham Maslow (kalau saya tidak salah ingat) manusia dilahirkan dalam keadaan bersih seperti secarik kertas putih namun tanpa kecenderungan baik/buruk. Tapi saya tidak akan panjang lebar membahas dan membandingkan kedua hal ini, toh relevansinya kecil. Hanya saja, hal ini mengantarkan saya pada kesimpulan bahwa setiap manusia pada dasarnya baik. Namun, along the way, terjadi hal-hal tidak menyenangkan dalam hidup yang membuat kita resisten, defensif. Hal itu adalah luka batin. Akhirnya, kita jadi harus berhati-hati untuk tidak membuat luka pada orang lain. Karena luka batin memungkinkan untuk mengubah orang yang baik jadi menyeramkan.

***
Curcol! (^_^)
Akhir-akhir ini, susah sekali mencuri waktu untuk menulis. Padahal banyak sekali topik yang ingin ditulis. Biasanya nanti, ketika waktunya ada, topiknya sudah terlalu basi. Malangnya saya. Haha. Mulai mengasihani diri sendiri. :P

0 comments:

Posting Komentar