...

I am strong, because I am weak...
I am beautiful, because I know my flaws...
I am a lover, because I have been afraid...
I am wise, because I have been foolish...
And I can laugh, because I’ve known sadness...
Feeds RSS
Feeds RSS

26 Mei 2011

Ikan Kecil itu Masih Ingat Bagaimana Caranya Menangis

Tapi ia lupa bahwa setelahnya, kepalanya akan berdenyut hebat :D

Sore ini, saat dalam metromini di perjalanan pulang, ibu saya menelepon. Karena tidak terdengar, 2 panggilannya tidak terjawab. Saat saya telepon kembali, saya bilang "Bu, teteh lagi di bus. Nanti aja ya telepon lagi." Ibu saya jawab, "Yasudah. Kamu baik-baik saja kan?" Saya jawab kalau saya baik-baik saja. Sambil menahan dorongan dari tenggorokan yang sebentar lagi men-trigger mata saya untuk berair. Tidak udah berpikir banyak tentang mengapa ibu bisa menelepon. Duga saya, ini bukan sekedar naluri seorang ibu. Pasti ada yang menelepon ibu dan bilang "Bu, teteh kenapa? Semalem statusnya kok kayak orang nangis." Dan kemungkinan sangat besar kalau yang menelepon saat ini sedang berada di Pekanbaru, pegawai BC yang berinisial NW. :D

Sudah lama sekali sejak terakhir kali saya menangis. Padahal dulu saya adalah anak yang sangat cengeng. Saat menangis kemarin saya jadi teringat orang yang mengajarkan saya bagaimana caranya tertawa, bahkan ketika semua terasa begitu berat. Delapan tahun lalu adalah pertama kali saya bertemu orang itu. Dia duduk di depan saya, di tugu Soekarno sore itu. Dia makan gorengan dengan lahapnya. Mungkin karena anak kost, jadi kalau ada gorengan gratis dia langsung semangat. Salahnya, dia makan gorengan sambil ngobrol dengan perempuan molek yang duduk disebelahnya. Dia jadi tersedak. Masih mengunyah, mulutnya masih penuh, dia melihat sekeliling. Mencari air minum.

Saya yang duduk di belakangnya lalu menyodorkan botol minum saya. Entah kenapa, refleks saja berkata "minum Bang?" Dia melihat saya heran. Tidak kenal kok berani memberi air minum. Begitupun saya, sama herannya. Tidak kenal kok ingin menawari air minum. Kelanjutannya saya lupa, apakah dia minum atau tidak air dari saya. Tapi yang sekarang saya pikirkan adalah: dari semua orang yang duduk di tugu Soekarno hari itu, kenapa harus dia yang duduk di depan saya. Dari semua orang yang duduk di dekat dia, kenapa harus saya yang memegang sebotol air mineral. Dari semua waktu yang ada, kenapa dia harus tersedak saat itu. Dari semua gorengan, kenapa bala-bala itu yang membuatnya tersedak. (Lho? Ga nyambung. Hehe).

Saya juga ingat betapa dia bisa membuat saya tertawa, bahkan saat berada jauh di dekatnya. Tanpa kontak, cukup dengan mengingatnya saya bisa tertawa sendiri seperti gila. Tapi saat ini, saya lebih ingin menangis daripada tertawa. Mungkin karena dia mulai memudar, dan saya belum siap.

Cinta adalah sebentuk energi, dan hukum kekekalan energi mengatakan bahwa "Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan." Karenanya, cinta akan mengambil bentuk lain, atau tepatnya beralih pada seseorang yang lain. Ketika yang satu memudar, lainnya akan tampak semakin jelas.

Bohong jika saya bilang kalau saya tidak tahu mengapa saya menangis. Ingin sekali berkata bahwa pemicunya banyak dan ini merupakan akumulasi dari kesedihan dan kelelahan yang saya rasakan. Tapi bukan. Bukan itu. Ini karena orang yang saya harapkan menggantikan pria yang tersedak gorengan itu ternyata membuat saya sakit hati. Saat saya mulai merasa zona nyaman yang lama semakin buram. Saat saya merasa ada zona nyaman lain yang mungkin bisa didatangi, ternyata zona yang baru itu malah terasa menyesakkan. Saya sudah coba menahannya, berpikir mungkin saya salah mengerti. Tapi sulit rasanya untuk tidak 'mendramatisir' ini semua. (Haha. Yes! I'm an ordinary girl!) Saat ini saya berpikir untuk mundur, kembali ke zona nyaman lama saya. Sahabat saya bilang "Jangan. Cerita kalian baru dimulai."

0 comments:

Posting Komentar