...

I am strong, because I am weak...
I am beautiful, because I know my flaws...
I am a lover, because I have been afraid...
I am wise, because I have been foolish...
And I can laugh, because I’ve known sadness...
Feeds RSS
Feeds RSS

25 Des 2010

Lana's Songs (6)

Theme song discovered!

Duduk canggung dalam angkot hijau Kalapa-Dago, Lana memikirkan bagaimana caranya memberi tahu Ardi tentang masalahnya dengan Kiwi. Masalah yang tidak akan terjadi jika Ardi tidak membuat gara-gara, pikir Lana. Tapi bagaimana caranya mulai bicara? Bertanya secara langsung pada Ardi sepertinya aneh dan memalukan. Lana menahan tawa memikirkan reaksi Ardi dan betapa malu dirinya nanti jika ia tiba-tiba bertanya, "Di, lo suka sama gue?" Haha. Ge-er banget kesannya.

"Lan, turun di mana?" pertanyaan Ardi membawa Lana kembali dari khayalannya tadi.

'Hmmh? Di depan. Di depan. Perempatan."

"Oo. Oke. Kiri-kiri Kang!"

Celebrate. Satu dari dua gift shop favorit Lana. Satunya lagi Grow, di Jalan Pager Gunung, lebih dekat dengan SMA-nya dulu dan tempat kuliahnya saat itu. Kali ini Lana memilih Celebrate karena itu adalah tempat yang pertama kali pop-up di kepalanya tadi. Lana tidak asing dengan toko pernak-pernik itu. Ia bahkan hapal dimana letak berbagai jenis barang dipajang. Bukan karena kerajinan atau panjang ingatan, tapi karena baru-baru ini ia ke toko yang sama untuk membelikan kado untuk Kirana, teman mereka juga yang berulang tahun minggu lalu.

"Kemaren, gue beli kado Kiran disini juga," Lana membuka pembicaraan setibanya di dalam toko, "Lo mau beli kado yang gimana Di?"

"Emh, ga tau juga. Hehe. Gimana kalo kamu aja yang pilihin?"

"Mau yang sama kayak gue kasih ke Kiran?"

"Emang kamu ngasih apa ke Kiran?"

Lana lalu menghampiri sebuah rak di dekat kasir, mengambil babi kecil berwarna biru yang bergetar saat tombol power-nya ditekan. Ardi seketika tergelak.

"Lho? Kok lo ketawa sih? Iih, pasti pikiran lu kinky ya?" Lana bertanya setengah menggoda.

Ardi malah tertawa lebih keras. Lana tidak tahan untuk ikut cengengesan.

"Ini alat pijet Ardiiiii...! Lo ga usah mikir aneh-aneh deh."

"Kamu ngasih begituan buat Kiran?"

"Iya."

Tiba-tiba Lana memiliki ide untuk memancing Ardi dengan menggunakan nama Kirana.

"Di, Kiran anaknya asik ya?"

"Hm? Iya, asik."

"Mm. Lu suka sama Kiran?"

Daripada menahan bola panas sendiri, Lana berharap bisa mengopernya pada Kirana yang tak berdosa. Sederhananya, biar masalahnya dengan Kiwi selesai. Pasal nanti Kiwi jadinya manyun sama Kiran dipikirin belakangan.

"Kok nanya itu?"

"Mm. Gakpapa. Kiran kan cantik tuh, gaya, gaul. Masa lo ga suka sih Di?"

"Hahaha. Kiran emang cantik, keren, anaknya asik. Tapi dia bukan tipe aku."

Lana tidak mau beresiko dengan bertanya bagaimana tipenya Ardi. Khawatir Ardi menjawab "Tipe aku ya, yang kayak kamu." Haduh. Tanpa sadar Lana geleng-geleng kepala saat memikirkan hal itu.

"Lan..."

"Hah?"

"Kenapa?"

"Apanya?"

"Barusan? Geleng-geleng?"

"Hmmh. Enggak, gakpapa. Eh, jadi mau beli kado apa?" Lana mengalihkan pembicaraan.

"Kan kamu yang mau pilihin?"

"Hmmh? Emang iya ya?"

Ardi tersenyum jahil.

Ingin hari itu cepat berakhir, Lana berkeputusan membantu Ardi memilihkan kado.

"Temen lo ini, cewek atau cowok?"

"Cewek."

"Oo. Gebetan lo ya?" another try from Lana.

"Bukan. Temen. Sama-sama anak Bogor."

Tak ingin Ardi menganggapnya mengorek informasi atau cemburu dengan temannya yang sedang dicarikan kado itu, Lana tidak mencoba memancing lebih jauh.

"Oke. Anaknya gimana emang? Karakternya? Biar gue ada bayangan kasi kado apa."

"Hmm. Anaknya lucu, rame, ceria. Asik deh. Kayak kamu."

Tanpa memberi komentar sedikitpun Lana berjalan melewati Ardi. Melihat-lihat pernak-pernik yang mungkin dijadikan kado temannya Ardi ini.

"Kalo boneka? Terlalu standar sih kayaknya," Lana bertanya sekaligus menjawabnya sendiri. Ia lalu beranjak ke tempat keramik-keramik kecil. Melihat deretan mug bergambar zodiac, Lana terpikir ide lain untuk membuat Ardi ilfeel. Ia tidak punya cara lain, pikirnya.

"Di, zodiac lo apa?"

"Emh, awal Maret. Pisces ya?"

"Oo. Pisces," Lana lalu mengangkat mug bergambar ikan lalu membaca tulisannya dalam hati, "Pisces, most compatible with Libra," dan Lana seorang Libra. Cepat-cepat ia menurunkan mug itu dan berjalan menjauh agar Ardi segera mengikutinya.

"Gue Libra. Pisces tuh ga compatible lagi sama Libra," tanpa jeda atau melmperhatikan ekspresi Ardi, Lana kemudian berkata, "Duh gimana ya Di. Gue bingung mau milihin kado apa."

"Ini menurut kamu bagus ga?"

Ardi memegang stiker fosfor besar berbentuk tengkorak di depan Lana. Tidak tahan, Lana tertawa seketika.

"Bagus kan? Glow in the dark lagi."

"Hahahahaha. Lo mau ngasih itu Di? Tengkorak?"

"Iya. Bagus kan? Kamu aja ketawa. Hehe. Entar kan bisa ditempel di dinding kamar. Kalo tidur, lampunya dimatiin, kan nyala tuh. Keren."

Lana speechless. Di luar dugaan sebelumnya, laki-laki ini ternyata sangat menyenangkan. Ardi just swept Lana off her feet. Tengkorak pun dibungkus. Mereka keluar toko diiringi alunan Whiteflag dari Dido, lagu yang akan menjadi soundtrack utama cerita Lana-Ardi-Kiwi.

***

"Kamu pulang naik apa?"

"Caringin-Dago, yang orange, dari Cikapayang situ."

"Aku anter ya?"

"Hmm. Ga usah. Tinggal jalan dikit kok dari sini."

"Ya udah, aku anter sampe naik angkot. Daripada gelap-gelap jalan sendirian."

Hari memang sudah Magrib, mulai gelap. Pohon-pohon besar di Cikapayang saat itu sedang ditebangi, mau dibuat flyover dari Pasteur hingga Surapati. Jalanan memang jadi lebih sepi. Sulit untuk Lana menolak tawaran Ardi. Akhirnya, mereka berjalan bersama.
Tujuan awal pertemuan dengan Ardi hari ini seolah terlupakan oleh Lana. Di kepalanya, masih terdengar Dido yang menyanyikan lirik Whiteflag.

[to be continued]

0 comments:

Posting Komentar